Selasa, 08 Januari 2013

Bencana --> pengingat syukur

banjiirrr.... banjiiiirrr..... banjirrr....
Apa yang ada dibenak anda saat ada kata ini? Air, kottor, sumbatan sampah, hutan gundul, tanggu bocor.. dsb..
         Januari memang sering disebut sebut sebagai huJan sehAri-hAri. Memang betul. Setelah hujan deras siang (4/1) sampai hujan rintik-rintik pagi (5/1) akhirnya Sungai Bengawan Solo meluap. Tanggul yang berada di beberapa desa tak bisa menahan air yang melebihi tinggi tanggul. Warga Kampung Sewu dan losari diantaranya yang terendam air paling tinggi, karena lokasinya yang memang dekat dengan tanggul.
         Hal ini mengakibatkan banyak rumah penduduk yang terendam air dan lumpur, kesulitan memasak, dan menderita penyakit diantaranya gatal-gatal. 
Hari Minggu malam tepatnya, tanggul mulai terlewati air sungai. PMI pun segera siap siaga dalam melakukan pertolongan. Dikarenakan saya pulang kampung, sebenernya sih pengen banget ikutan. Tapi ya mau gimana lagi, udah ada di rumah sejak sabtu sore. Pagi (6/1) bu Tutik menyuruh saya dan teman-teman untuk datang membantu. Namun hanya 5 orang saja yang bisa hadir. 
sumber:solopos
         Ada 6 orang lansia yang dibawa ke PMI untuk diberi pengobatan dan tindakan lebih lanjut. Sore (7/1). Saya dan beberapa teman, stand by di PMI siapa tahu bisa membantu di sana. Kami menyibini lansia yang masih tersisa, 4 orang waktu itu. 
Kemudian, pak Indro selaku satgana memberi perintah untuk memulangkan lansia, karena banjir sudah surut. Beberapa teman ikut ke lokasi, saya stay di PMI.
yg ada lingkaran ijo itu mbah Warini
         Namun ada satu orang mbah Warini namanya, nggak bisa pulang. Selain keadaan rumah yang masih berlumpur, beliau tidak mempunyai sanak famili. Satu-satunya yang ia punya , adik keponakan, tapi beliaunya juga sakit stroke. Jadi walhasil, mbah Warini dikembalikan ke PMI lagi.
Kasihan, beliau jadi sendirian di tenda pengungsian. Kemudian saya dan teman saya di suruh menunggui beliau sampai pagi ini. 
         Malamnya, mbah Warini nggak mau ditinggal, beliau takut. Beliau sepertinya terserang polio, soalnya kedua kakinya kecil dan kaku, tak bisa digerakkan. Beliau juga mengalami hipersalivasi dan susah bicara. Jadi saya harus berfikir ekstra untuk menterjemahkan bahasanya ke dalam bahasa jawa yang baik dan benar, hehe. Kami duduk-duduk di depan tenda sambil menunggui simbah makan. Beliau nggak mau disuapin, makan sendiri loh, Padahal kondisi tangannya juga sudah kaku. Namun yang kiri masih bisa untuk menggenggam benda. Bubur ayamnya pun disikat habisss..
        Kata mbak Yaya, perawat di poli PMI bilang, tadi malamjam satu-an, simbah juga teriak-teriak. Mungkin takut. Padahal aku sama Wulan nggak denger apa-apa *wah kebo banget ya tidurku. T.T
Pagi-pagi jam setengah lima mbak Yaya mbangunin aku dan Wulan, kami menyibin dan mengganti pampersnya. Banyak-banyak bersyukur deh yang masih mempunyai ortu sehat walafiat. Saya kasihan sama simbah. Udah lumpuh, tua, susah ngomong, nggak ada sanak famili pula. Saya, mbak Yaya dan Wulan harus berperang melawan bau yang dihasilkan dari pampers tersebut. Ya Allah, berilah kesehatan pada simbahnya, Ayah, Ibu, mbah UTi, mbah Keni, dan keluarga yang lain. Banyak-banyaklah bersyukur. Relawan tuh nggak bisa diukur dengan apapun, harus siap dengan segala macam halangan rintangan dan yang paling nggak enak adalah menghadapi bau-bauan yang tidak seperti minyak wangi di kamarku. Walaupun kami memakai masker, huft, tetep aja baunya itu lho kemana-mana. Tapi nggak papa, demi kemanusiaan, apapun bisa dilakukan. Fighting!!!!

*sumber solopos.com
*pmi Surakarta