Pagi, 25 Juni
2013. Setelah shalat Subuh aku memang tidak tahan untuk tidur lagi. Sekitar
pukul 05.30 WIB hapeku berbunyi. Aku fikir alarm ulang tahun atau apa, aku
males ngangkatnya. Kemudian aku berniat untuk mematikan, setelah aku lihat
dengan mata seperti bulan sabit, ternyata sebuah telfon dari Audri. Ada apa?
Batinku. Tumben anak ini telfon pagi-pagi. Ah mungkin mau nanyain bisa latihan
tari nanti sore apa enggak. Setelah aku angkat, nada suara yang berbeda muncul.
“Riz, yusifa..”
Iya, jawabku.
“Yusifa udah nggak ada.”
Sontak
kuucapkan kalimat tahmid. Innalillahi wainailaihi rajiun. Begitu shocknya.
Audri panik, nelfonin teman-teman tutoo 3 nggak diangkat. Cuman aku sama Tami
yang merespon. Segera disusun rencana untuk pergi ke sana. Sukolilo, Pati. Aku
yang tahu dimana rumahnya otomatis ikut anak-anak.
Segera beli
sarapan, siap-siap kumpul di kampus. Sampai di sana jemput Maika dulu. Ternyata
di kampus masih sepi, nggak ada orang. Masalahnya kalo nggak segera berangkat ,
kita akan ketinggalan pemakaman jam 9 pagi. Sedangkan sudah jam 06.30 di kampus
nggak ada orang. jarak Solo-Sukolilo bisa 3 jam kalo keadaan macet seperti itu.
Satu persatu
teman datang. Bingung lagi mau naik apa. Mau naik travel, kemudian Ragil bilang
mau mengusahakan bus kampus. Ribet lagi urusan. Hafizh belum bisa dihubungin.
Soalnya dia yang bawa uang HMP. Setelah menunggu seperti penumpang terlantar
selama tiga jam. Akhirnya bus kampus nggak bisa dipake, karena nanti siang mau
di pake. Hafizh punya rencana nyewa bus dishub Surakarta. Nyampe jam 10.30,
kabar bus hanya berpenumpang 25 orang. Sedangkan yang mau ikut 31 orang. Fadel
memutuskan membawa mobil Tami berisikan 5 orang. Ada beberapa teman yang mundur
juga. Setelah perdebatan sengit antar dosen, drg Ariyani dan drg Nila yang
berangkat menemani kita.
Cuss..
berangkat pukul 11.00. Dengan segala daya upaya bertahan nyampe Sukolilo. Mulai
dari dimasukin pedagang asongan, jerit-jerit nggak jelas kayak naik roler
coaster, kepanasan karena bus nggak berAC. Akhirnya nyampe rumah Yusifa.
Suasana langsung berubah abu-abu. Ibunda Yusifa semakin nangis melihat
kedatangan kita. Setelah sambutan-sambutan –setelah sambutan dari drg Ariyani
langsung berderai air mata-, kita minta ijin untuk pergi ke makam. Rasanya tuh
nggak percaya aja gitu di ada di sana sekarang.
Yusifa yang
ceria, nyebelin, suka bantah, kalo jadi scriber sukanya menang sendiri. Pede
abis. Lucu, kadang guyonannya garing sih. Tapi itu yang membuat kita semua akan
merindukannya. Pernah jadi korum juga, aktif banget futsal. The best lah
pokoknya.
Kanker
Rabdomyo Sarcoma ini sudah menyerangnya sejak SMP. Sempat cuti juga kelas 2
SMP. Namun kemudian berangsur membaik hingga kuliah karena rajin kemo. Pertama
sih nggak ngeh nama Fbnya itu Yusifa Edo Rabdomyo Sarcoma, kirain nama apa
gitu. Eh ternyata kata Nia itu nama kanker yang ia derita. Pas ospek dia juga
diberi pita merah, supaya nggak di bully ama kakak-kakak.
Waktu makrab,
kita mempunyai sebuah even yaitu membacakan kesukaan dan ketidaksukaan antara
satu teman dengan teman lainnya. Di salah satu kertas ada tulisan mengenai
seseorang mahasiswa kita yang menderita RS. Awalnya kita juga nggak tahu siapa
itu, tapi adda yang pernah lihat Yusifa nulis banyak di balik kertasnya.
Ditambah nama Fbnya yang seperti itu, otomatis tertuju padanya.

Yang kuat ya
Yus. Alloh akan menempatkanmu di tempat yang sangat indah. Doakan kami ya,
supaya sukses jadi doktr gigi yang bermanfaat.
in memoriam
25-6-13