Selasa, 23 Juni 2015

Balada Makanan Ikan

Dia berlari sekencang-kencangnya. Mengabaikan semua panggilan yang terus menerus bergema ditelinga. Dia lelah. Melihat dirinya sendiri saja malas. Lingkaran hitam disekitar mata yang mulai melebar. Style pakaian yang sudah tak beraturan semakin membuatnya seperti anak terlantar yang tak terurus.
     Lembut sentuhan pasir menari-nari di kakinya. Ia memperbaiki kerudung yang terus saja terbang dibawa angin.  Setengah jam bertahan dalam kesendirian. Memandang lautan lepas. Merasakan cipratan air yang dengan sengaja meluncur kearahnya. Namun, angin kembali mengeringkanya. Cipratain air itu datang lagi, kemudian angin kembali datang menghapus. Begitu seterusnya. Sampai ada yang datang dan berkata.
"Kau bilang tidak akan pergi sendirian?" Seorang laki-laki datang dengan memasang wajah prihatin.
"Begini lebih baik Mas," jawabnya sambil terus memandangi karang yang tetap tegar dihantam gelombang laut.
Lelaki yang dipanggil Mas itu duduk disampingnya sambil menghela nafas.
“Mau ngapain disini? Mau jadi ikan asin ya?” tanyanya dengan nada mengejek.
Dia diam sejenak, mengaduk-aduk pasir. “Sepertinya jadi makanan ikan lebih baik.”
Setelah mendengar jawaban itu, Mas berdiri dan menyeretnya menuju ke laut.
“Apa yang Mas lakukan?” Ia terheran-heran melihat tingkah laku Mas.
Mas tak menghiraukan dia yang memberontak. Dengan sekuat tenaga Mas melemparkan anak itu ke laut dengan harapan, apa yang menjadi tujuan anak tersebut tercapai dengan baik.
BYUUURRR
“Semoga menjadi makanan yang baik. SEMANGAAT!!!” katanya kemudian sambil melambaikan tangan.
     Anak itu mencoba berenang kembali ke pantai.
“Kenapa diceburin Mas? Aku kan cuman bercanda... Nggak ditolongin malah dilihatin doang.” Ia tergopoh-gopoh menghampiri Mas yang masih berdiri di tepi pantai.
“Loh? Masih hidup? Huh... Tujuan gagal anak muda...” kata Mas kecewa.
Masih terengah-engah dan disertai batuk-batuk anak itu menjawab. “Uhuk.. Uhuk.. Masih lah. Gak pengen jadi makanan ikan ah, serem kayaknya. Hii...”
“Lalu sebenarnya apa yang sedang kau lakukan di pinggir batu karang tadi? Bosan hidup ya?” tanya Mas yang masih bingung dengan apa tujuan sebenarnya anak yang sekarang sedang menggigil kedinginan itu disini.
Anak itu kembali menatap karang yang masih dengan posisi yang sama, tak terkikis sedikit pun. “Hanya... menikmati kesendirian. Menghindar dari kebisingan kota dan setumpuk tugas-tugas. Rasanya lebih tenang aja.”
Mas terlihat berfikir sejenak lalu berkata, "Itu sih lari dari kenyataan, dalam hidup pasti ada masalah, tapi masalah tersebut lah yang membuat kita hidup. Karena pada dasarnya hidup nggak seru kalau nggak ada cobaannya. Dan hal yang perlu diyakini Ketika kita mengeluh : ‘Berat banget yah, gak sanggup rasanya...’
Allah menjawab : ‘AKU tidak membebani seseorang, melainkan sesuai kesanggupan.’ (QS. Al-Baqarah : 286)
Ketika kita mengeluh : ‘Stressss nih...Panik...’
Allah menjawab : ‘Hanya dengan mengingatku hati akan menjadi tenang’. (QS. Ar-Ro’d :28)
Ketika kita mengeluh : ‘Yaaaahh... ini mah semua bakal sia-sia..’
Allah menjawab : ‘Siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji dzarah sekalipun, niscaya ia akan melihat balasannya’. (QS. Al-Zalzalah :7)

            Nah dari pada bengong di karang, mending kita bengong sambil mancing jadi bengongnya bermanfaat,” Lalu Mas mengambil tas dan mengeluarkan alat pancing . Kemudia ia memberikannya ke anak tersebut.
Anak itu mengangguk angguk. "Ya, aku mengerti sekarang. Mengerjakan hal-hal yang bermanfaat akan mengurangi beban fikiran. Trima kasih atas nasehatnya." Dia mengambil salah satu alat pancing dari tangan Mas.
            "Tunggu, umpanya mana? eee. , Mas mau jadi umpanya? eh.." katanya kemudian.
Mas mulai melirik licik kearahnya, "Katanya tadi mau jadi makanan ikan...?" Tersadar akan ucapan yang tadi, Ia terdiam dan langsung kabur secepat kilat, Mas tersebut mengejarnya denagan SEMANGAT! Sambil berteriak                    "DIBUTUHKAN UMPAN YANG BESAR UNTUK IKAN YANG BESAR! Dan AKU INGIN IKAN BESAR!!"
“CARI SAJA SENDIRIII!!” Anak itu berteriak sambil terus berlari.


*sebuah karya kolaborasi dg mas Arifurrahman