Jumat, 21 Desember 2012

Mbah Kung's Story


                Pada suatu malam, entah awalnya ngomongin apa lupa, Ibu bercerita tentang sepenggal kisah mbah Kung dulu. Begini ceritanya.
Hari itu mbah Kung –sekarang sebut saja Sugeng kecil, bertengkar hebat dengan Ayahnya. Kenapa? Karena Sugeng kecil tak diperbolehkan melanjutkan sekolah setelah sekolah dasar. Ayahnya menginginkan dia cukup menjadi polotikus lokal, atau istilah sederhananya perangkat desa saja seperti Ayahnya yang seorang kepala desa. Otomatis anak laki-laki yang haus akan pengetahuan ini ingin mencicip dunia luar. Naluri lelakinya keluar. Ingin berpetualang, ingin mencari sesuatu di luar sana, mencari segudang ilmu yang menantinya di sana. Diluar desa di atas gunung, yang dikelilingi hutan lebat, bahkan kalau mau ke jalan besar harus jalan kaki jauh sekali, lebih dari lima kilometer.
Wajar kan, kalau Sugeng kecil ingin mencoba hal baru? Pertengkaran itu berakhir dengan kepergian Sugeng kecil dari rumah. Ya, dia lari dari rumah, minggat. Entah kemana ia pun tak tahu. Sampai pada akhirnya ia bertemu sebuah rombongan sirkus, bukan lebih tepatnya rombongan penari reog yang sering mengadakan pentas keliling. Karena tak tahu mau kemana lagi, Sugeng kecil memberanikan diri untuk bergabung dengan mereka.
Naas, walaupun ia diterima, namun ia tak diperlakukan sepantasnya pemain lain. Memang ia diberi makan, tapi tak se sen pun diberi gaji. Betapa kelelahannya ia pergi ke sana kemari, menari dengan semangat namun hasilnya nol besar. Mau gimana lagi, ia tak mungkin kan pulang kerumah. Bukankah ia sedang kabur? Ia tak pernah tahu Ayahnya sangat mengkhawatirkan anaknya ketiganya itu.
Suatu hari rombongan berhenti di Mantingan, daerah dekat rumahnya. Tepatnya di bawah gunung tempat dimana ia tinggal. Setelah melakukan pertunjukan, Sugeng kecil tertidur di bawah pohon dengan nyenyaknya. Lagi-lagi ia tak beruntung, rombongan reog itu pun meninggalkannya yang sedang tertidur pulas. Entahlah disengaja atau memang pemimpinnya nggak tahu. yang jelas sore itu sugeng kecil sendirian di bawah pohon. Beruntunglah ada seorang penjaga kolam renang dekat situ menemukannya.
Sugeng meminta pekerjaan kepada bapak penjaga yang baik hati itu.
“Kau bisa bersih-bersih?” tanyanya.
Sugeng kecil mengangguk dengan semangat. Keesokan harinya, ia mulai bertugas menyapu dan merapikan halaman sekitar kolam renang. Sampai pada suatu hari datanglah seorang petinggi perhuani yang melakukan pemeriksaan rutin apakah kolam renang milik perhutani ini terjaga dengan baik. Beliau herang melihat halaman sekitar kolam renang bersih. Kerja Sugeng kecil memang bagus. Kemudian Sugeng ditawari bekerja di rumah Mandor itu. Membantu menjaga hutan gitu.
Beberapa hari kemudian sang Mandor mempunyai tamu. Nah, tamu itu kenal dengan Sugeng kecil.
“Sugeng? Anaknya pak Soleman?”
Sugeng dengan gigihnya menolak  mentah-mentah. Beberapa kali adu mulut Sugeng tetap menolak pernyataan itu. Sang Mandor bertanya kemudian, Sugeng juga tidak mengakuinya.
Hari berikutnya tamu sang Mandor membawa Ayah Soleman. Sugeng juga menolak mentah-mentah ajakan pulang Ayah. Ia tetap akan tinggal di rumah Mandor dan membantu Mandor menjaga hutan. Ayah Soleman tak bisa berkutik atas keras kepala yang dimiliki Sugeng.
Sugeng tinggal beberapa bulan di rumah sang Mandor, kemudian pulang ke rumah setelah ayahnya membebaskan dia mau menjadi apa. Menjadi Mandor penjaga hutan merupakan pekerjaan menarik yang ia pilih dan dilakoni sampai akhir hayatnya. Menjaga hutan dari serangan maling-maling kayu ilegal dan bahaya lainnya.
Minggu,  2012-12-09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar