Jumat, 18 Oktober 2013

Kamu #2

Kau terlalu jauh, kalo boleh aku memberi usulan. Bolehkah aku berharap untukmu. Aku harap bisa. Tak tahu kah engkau, setiap aku melewati singgasana tempat kau berada saat ini, aku selalu was-was. Berharap dan terus berharap untuk bertemu. Setidaknya hanya melihatmu dari jauh, berpapasan tanpa sapaan. Aku pun akan legowo. Tidak kah sedetik pun kau pernah memikirkanku? Kau pasti tahu kalau kita ini sangat dekat. Dekat secara tempat yang pasti. Namun, aku rasa kau tak pernah sedikitpun menanyakan kabar. "Kau baik saja?" "Kost mu dimana?" atau setidaknya menawarkan bantuan. 
Aku tahu, sekarang kita tak sedekat dulu. Kau pasti sibuk dengan duniamu sendiri. Aku pun begitu. Tapi, asal kamu tahu saja, aku selalu melihat ke arah sana pabila aku hendak berurusan dengan pihak keuangan kampus. 
"Hh.. Sudah dua tahun di sini. Tegur sapa pun nggak pernah," gumamku.
"Apa? Ngomong apa kamu?" 
"Ah enggak Mik, hanya mengeluh tentang panasnya hari ini," jawabku pelan tak bersemangat.
"Oh, ini tolong bantuin menata yang ini," katanya sambil menyodorkan beberapa lembar kertas.
Hari ini aku menemani Mika ke kampus utama. Ia mempunyai tanggungan untuk mencetak beberapa proposal kegiatan organisasinya. Biaya cetak di toko dekat kampus utama lebih murah daripada di kampus kami. Karena ini lah aku jadi teringat padanya. Bima. Teman masa lalu di bangku seragam putih biru. Aku menyukainya. Aku rasa. Sebenarnya aku juga tak tahu seperti apa rasanya jatuh cinta. Aku hanya mengerti bahwa, aku suka melihatnya, aku suka dekat dengannya, aku deg-deg-an dekat dengannya, dan aku sebel pabila dia dekat dengan seseorang (i mean another girl). 
Aku berdoa lagi, hari ini ketemu. Entah dia juga datang ke toko ini, atau hanya sekedar lewat. Itu sudah cukup. Aku tak mau meruntuhkan janjiku untuk tak berdekatan dengan laki-laki bukan mahram.
Namun setelah beberapa lama di sini, urusan Mika pun sudah selesai, kami segera balik ke kost. 
"Udah?" Tanya Mika saat sudah ada di atas motor.

"Oh, heem." Kataku sambil terus memutar mata, melihat gedung kampus utama yang semakin mengecil diiringi deru suara motor Mika.
Aku berharap cerita ini akan berlanjut ketika aku sudah bisa bertemu dengannya. My prince, my future. I hope so. Kata Mika, tak ada yang tak mungkin di dunia ini.

18 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar